18.12.08

“ From Bullet to Ballot”: Beberapa Catatan pengantar

“Letusan senjata harus dihentikan
sehingga kata-kata dapat di dengar”
*Zapatista *

Dua Metode Perjuangan Politik Modern Untuk Merebut negara dan Pembebasan Nasional

 Melalui metode Revolusi, dimana negara atau sebuah kekusaan (kolonial atau otoriter atau kapitalistis) ditumbangkan oleh gerakan politik atau kepemimpinan partai revolusioner melalui insureksi atau gerakan massa yang militan atau kombinasi dari keduanya contoh; Revolusi Indonesia, Revolusi Iran, Revolusi Cuba. Metode revolusi ini tampaknya mulai ‘ditanggalkan’ dan ditransformasikan kedalam perjuangan politik melalui partai-partai politik dan mekanisme pemilu. Bahkan kaum ‘kiri’ yang menjadi pengikut tradisionil metode ini, kini mulai bertransformasi menggunakan metode elektoral dan menggunakan mekanisme demokratis untuk mendapatkan kekuasaan dan legitimasi, seperti yang terjadi di Amerika latin (Brazil, Venezuela, Bolivia, Argentina, Paraguay, Nicaragua) Revolusi terakhir yang tercatat adalah revolusi Zapatista di negara bagian Chiapas di Mexico pada tahun 1994. Di Nepal gerilyawan maois Partai Komunis Nepal-M-L merebut kekuasaan negara setelah bertransformasi kedalam gerakan politik dengan mengikuti pemilu demokratis dan memenangkannya dengan ‘kotak suara’ bukan dengan AK 47.

 Melalui Metode elektoral, dimana perebutan kekuasaan atas negara atau pemerintahan dilakukan melalui mekanisme pemilihan umum (Pemilu). Pertarungan hegemoni politik diantara berbagai kekuatan politik didalam masyarakat dilakukan melalui partai-partai politik dalam sebuah pemilihan umum yang dilakukan secara reguler dan demokratis. Beberapa gerakan politik bersenjata (political-military atau polmil) diberbagai negeri mulai bertaranformasi kejalan elektoral dan mendapatkan legitimasi dan kemenangana politik yang signifikan untuk membawa perubahan. Di Amerika Latin kita mengenal FMLN, di Nicaragua yang sejak tahun 1990 secara total ‘menghapus’ strategi bersenjata dan secara total memilih perjuangan politik melalui jalan elektoral melalui partai politik yang mengikuti pemilu secara reguler. Dalam Pemilu tahun 2007 FMLN memenangi pemilu dan menguasai pemerintahan dengan memenangi kursi kepresidenan. Di Asia baru-baru ini Partai Komunis Nepal (M-L) yang selama puluhan tahun hanya menggunakan strategi bersenjata sejak tahun 2008 beralih keperjuangan politik elektoral dan berhasil memenangkan. Pemilu dan menguasai pemerintahan sebagai Perdana Mentri. Pada tahun 2003 Gerilyawan Zapatista (EZLN) di Mexico mulai beralih keperjuangan “politik” dengan mendirikan Zapatista Front of National Liberation. Perjuangan ‘lokal’ berbasis kaum indian dan ‘strategi bersenjata” bertranformasi menjadi perjuangan pembebasan nasional yang terbuka bagi seluruh gerakan sosial di Mexico, untuk menjadi kekuatan “opososi kerakyatan” atas pemerintahan yang mendukung Neo-liberalisme.


Mengapa Menanggalkan Polmil dan Berpartisipasi Dalam Demokrasi Elektoral

 Ada sistem politik yang relatif demokratis dan pengakuan internasional yang memberikan ruang dan kesempatan kepada gerakan polmil atau oposisi bersenjata untuk memperjuangkan tuntutan-tuntutan politiknya dalam bentuk partai politik melalui mekanisme pemilihan umum.

 Peperangan yang panjang menyadarkan pihak gerakan polmil, akan korban kemanusiaan rakyat sipil yang akan terus bertambah dan tidak berkesudahan. Gerakan polmil memandang perjuangan bersenjata ternyata juga menguntungkan pihak lawannya karena dukungan persenjataan, amunisi, propaganda, dukungan perusahaan multinasional dan pemerintahan asing dan dalam beberapa segi ‘peperangan’ dibutuhkan oleh rejim-rejim otoriterian untuk konsolidasi angkatan bersenjata, propaganda nasionalisme sempit dan ‘memeras’ para pemilik modal multinasional untuk ‘jaminan keamanan’

 Ada tuntutan dari gerakan masyarakat sipil (baik di lokal, nasional dan mungkin internasional) dimana gerakan polmil dianggap sebagai ‘simbol perlawanan’ atas kekuatan yang menindas (sebuah komunitas atau bangsa atau kelompok politik dan ideologi tertentu) untuk melakukan genjatan senjata, perundingan damai atau menyediakan wadah konstitusional bagi gerakan polmil agar dapat kekhususan dan ruang untuk punya akses dalam pemerintahan dan kekuasaan formal di eksekutif dan legislatif melalui mekanisme demokrasi melalui jalan elektoral via partai-partai politik.

 Gerakan polmil memandang ruang demokrasi akan membuat perjuangan politik gerakan mendapatkan dukungan dari publik yang lebih luas yang akan di konversi menjadi ‘jumlah suara’ dukungan dalam pertarungan elektoral.

 Dukungan, legitimasi dan kerjasama dengan komunitas internasional kepada gerakan Polmil yang bertransformasi menjadi gerakan politik akan menjadi semakin luas dan berkembang dalam berbagai program dan kegiatan.

 Dengan transformasi kedalam gerakan politik maka gerakan polmil dapat meluaskan program-program perjuanganya diluar kerangka strategi perang, tapi kesoal-soal kongkrit masyarakat yang dibelanya dalam bentuk perjuangan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ekologis dan kesetaraan perempuan. Perluasan arena perjuangan ini juga akan menambah kapasitas dan kemampuan gerakan untuk menguasai bidang-bidang dan keahlian yang selama ini tak dapat dikembangkan dalam kondisi perang.

Kelompok perjuangan bersenjata menjadi lebih tertarik kepada perjuangan politik (elektoral) ketika didukung oleh tiga kondisi:


1) Terjadi Perubahan Strategi di lingkungan internal kepemimpinan gerakan polmil untuk mentransformasikan gerakan polmil menjadi gerakan politik terbuka dengan membentuk partai-partai politik yang akan berpartisipasi dalam kompetisi elektoral. Pimpinan dari Polmil bersatu untuk memasuki jaur politik damai untuk mengakhiri konflik senjata dan mennempuh perjuangan politik. Para pimpinan mengambil pilihan politik jalan damai via partai politik untuk mengurani ‘korban kemanusian’ rakyat sipil akibat pertempuran. Para pimpinan gerakan bersenjata harus berkesimpulan bahwa perjuangan politik akan memperluas dukungan rakyat bagi tujuan-tujuan politik gerakan. Para pimpinan juga dapat memaksimalkan alat politik terbuka yang tradisionil dengan melakukan mobilisasi popular sepeti demonstrasi dan protes untuk mendesakan tuntutan-tuntuan reformasi politik. Akan mendapatkan tantangan dari faksi radikal yang menganggap perjuangan politik telah ‘memarginalkan’ perjuangan bersenjata, melakukan kompromi dan merendahkan tuntuan politik perjuangan. (Aceh misal; dari Merdeka menjadi Otonomi khusus). Perjuangan politik dalam beberapa kasus, bukan berarti dukungan publik pada perjuangan bersenjata juga berkurang, bisa jadi tetap memberikan dukungan. Contohnya adalah Hamas dan Hezbulah yang berperang melawan Israel. Meskipun Hamas menjadi pemenang pemilu 2006, mayoritas publik mengatakan bahwa perjuangan bersenjata harus terus dilakukan.

2) Adanya tuntutan popular dari masyarakat yang dibela oleh gerakan polmil (yang dianggap menjadi representasi perjuangan mereka dan menganggap sebuah gerakan polmil sebagai ‘simbol’ perlawanan mereka) untuk mengakhiri konflik kekerasan menjajaki perdamaian dan bertranformasi menjadi gerakan politik terbuka. Ada sinyal dan pernyataan politik secara implisit dan ekplisit dari masyarakat sipil untuk memberikan dukungan luas bagi transformasi gerakan polmil kedalam politik terbuka melalui mekanisme demokrasi formal via pemilu dan partai politik. Bila telah menjadi gerakan politik maka gerakan bersenjata harus berkosentrasi pada pengorganisiran popular/rakyat, yang nantinya akan dikonversi menjadi dukungan suara dalam pemilu. Dukungan poluler tidak menjadi sesuatu yang signifikan dalam perjuangan bersenjata. Untuk mendapatkan dukungan yang luas dalam kerangka pertarungan politik elektoral, politik harus lebih bersifat pragmatis ketimbang ideologis, sebab alat politik gerakan harus mampu mencapai seluas mungkin strata masyrakat yang beragam (Neumann (2005). Perjuangan politik juga membuat gerakan harus mendemokratiskan cara-cara pengambil keputusan dengan banyak mempertimbangan opini dan pendapat dari publi/pendukung. (Sànchez-Cuenca (2007) ada tiga kelompok yang akan menjadi pendukung utama transisi gerakan bersenjata menjadi gerakan politik terbuka/legal. Pertama, kelompok yang tidak menyukai gerakan bersenjata karena adanya korban sipil, tapi setuju dengan tuntutan politik gerakan. Kedua, kelompok-kelompok gerakan sosial dan ormas yang dibentuk oleh organisasi politik gerakan; Ketiga, masyarakat umum yang berharap perdamaian akan langgeng sehingga akan terjadi kehidupan normal.

3) Adanya Aktor politik internasional resmi (PBB dan lembaga-lembaganya, perwakilan/ mediator pemerintahan tertentu), lembaga donor, lembaga independen internasional yang legitimet yang mengakui eksistensi dan legitimasi gerakan polmil dan secara kongkrit terlibat dalam proses mediasi, perundingan dan penyelesaian konflik. Gerakan bersenjata juga mempunyai jaringan internasional untuk melakukan kampanye, loby, guna mendukung perjuangannya. Bahkan dalam beberapa kasus ada Negara yang mendukung perjuangan mereka. ( Ambil contoh pemerintah Portugal yang mendukung CNRT perjuangan kemerdekan timor-timur.). Dalam banyak kasus pelibatan lembaga internasional resmi PBB atau lembaga kemanusiaan seperti ICRC juga mempunyai hubungan penting bagi gerakan bersenjata. (PKO dari PBB, Unamaet di Timtim). Komunitas internasional dapat menjadi alat efektif agar pemerintah resmi disebuah Negara mengakui legitimasi gerakan bersenjata dan mengajaknya ke meja perundingan atau gencatan senjata. Komunitas internasional juga dapat menjadi mediator perundingan yang diterima kedua belah pihak yang sengketa untuk membuat kesepakatan damai. Namun perubahan politik internasional yang sangat dipengaruhi oleh Amerika Serikat juga dapat berdampak sebaliknya bagi gerakan senjata yang bertransformasi menjadi gerakan politik. Dalam kasus Hamas misalnya, Amerika dan sekutunya tidak mengakui kemenangan elektoral Hamas dalam pemilu 2006. Pemerintahan yang mendukung sebuah gerakan bersenjata juga dapat menjadi mediasi untuk mengubah strategi perjunta menjadi perjuangan politik terbuka seperti seruan presiden Chavez dari Venezuela agar gerilyawan FARC mau maju kemeja perundingan dan melangkah ke perjuangan politik.

4. Transisi Dari Gerakan Polmil yang Tertutup Menjadi Partai Politik terbuka

 Transformasi gerakan Polmil menjadi gerakan partai politik yang terbuka menuntut perubahan radikal dalam metode perjuangan dalam hal strategi, program, organisasi dan budaya.
1. Dalam hal strategi; menanggalkan cara kekerasan dan mengikuti prosedur perjuangan demokratis melalui partai politik dan pemilihan umum (elektoral) sesuai dengan undang-undang yang berlaku; Partai akan menfokuskan gerakan pada pengorganisiran popular dari publik atau masyarakat yang selama ini dianggap sebagai representasi dari perjuangan gerakan polmil.
2. Dalam Hal Program Perjuangan: mengkombinasikan dan memperluas tuntutan program-program perjuangan dari sekedar menuntut hak-hak politik fundamental (kemerdekaan atau otonomi luas) tapi juga kepada tuntutan-tuntutan rakyat dalam bidang sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan kesetaraan perempuan, program-program perjuangan yang tidak menjadi prioritas dalam gerakan polmil sebelumnya; perjuangan politik terbuka dengan kata lain akan mengkompromikan program-program ideologis.
3. Dalam hal Organisasi: Model kepemimpinan gerakan polmil yang sentralis-militeris digantikan dengan kepemimpinan yang demokratis-partisipatoris; Pengambilan keputusan organisasi harus melalui perdebatan disetiap struktur organisasi secara transparan (terbuka) dan melibatkan seluas mungkin pendapat sesuai dengan mekanisme yang berlaku didalam organisasi (tidak konspiratif); Dukungan dari publik dan masyarakat pada organisasi akan diikat berdasarkan dukungan pada program-program atau kontrak-kontrak politik yang disepakati;
4. Dalam Hal Budaya; Budaya militeris yang berkembang di dalam organisasi Polmil harus ditanggalkan dan harus diubah menjadi budaya yang demokratis dan partisipatoris; hubungan antara pimpinan organisasi dan pengikut yang tadinya bergaya komando dan hirarkis digantikan oleh hubungan yang egaliter dimana hubungan pemimpin dan anggota bersifat dialektis dimana pemimpin dipilih oleh anggota tapi juga diawasi dan harus bertanggungjawab kepada anggota melalui mekanisme organisasi.

5.Partisipasi gerakan Polmil menjadi gerakan politik terbuka mengambil beberapa bentuk:
1. Berpartisipasi dengan mengunakan bendera gerakan polmil itu sendiri, jadi tidak mencari identitas politik baru. Dengan menggunakan identitas yang sama maka rakyat diharapkan dapat memberikan dukungan luas karena nama organisasi polmil dianggap telah populer dan diterima secara luas sebagai simbol perlawanan; Misalnya FMLN di Nicaragua tidak menganti namanya ketika menjadi partai politik dalam pertarungan elektoral. Gerakan polmil Hammas di Palestina menggunakan identitas yang sama ketika berpartisipasi dalam politik elektoral tahun 2006 dan bahkan memenangkannya.
2. Bergabung dalam Front politik yang lebih luas dengan gerakan sosial dan politik lainnya yang dianggap mendukung platform perjuangan mereka. Partai dalam bentuk front politik dengan kelompok gerakan sosial-politik lainnya biasaya dibentuk untuk mempersatukan masyarakat agar tidak terpecah-pecah dan diadu domba dalam transisi demokrasi yang menggunakan politik elektoral; Front politik juga dibangun dengan asumsi bahwa musuh-musuh politik masih kuat, mempunyai pendukung dan mempunyai mesin-mesin politik yang strategis untuk menghadapi gerakan partai-partai politik yang dipelopori oleh polmil; Contoh dari transformasi ini adalah gerakan polmil Zapatista atau EZLN di negara bagian Chiapas Mexico dengan membentuk Zapatista Front of National Liberation.
3. Mendukung sebuah partai politik terbuka yang berpartisipasi dalam mekanisme politik elektoral sebagai organisasi payung atau sebagai corong dalam perjuangan politik terbuka, tapi tetap mempertahankan strategi perjuangan bersenjata. Misalnya hubungan antara IRA dan partai nasionalis Sinn Fein di Irlandia Utara dan hubungan antara ETA dan partai Herri Batasuna di wilayah Basque Spanyol.
4. Berpartisipasi sebagai calon individual dan independen.


6. Beberapa Kendala Dalam transisi Gerakan Polmil kedalam Politik elektoral:

1. Kendala Eksternal:
 Undang-undang yang menjamin hak-hak politik gerakan polmil kedalam politik elektoral ditentukan oleh kekuatan dominan dalam iklim politik nasional yang cenderung tidak stabil dan mempunyai tendensi untuk menjalankannya secara setengah hati; Di Inggris, setiap partai konservatif berkuasa, maka gerakan bersenjata IRA biasanya lebih ofensif, karena partai konservatif cenderung tidak mau mengakui eksistensi IRA. Bahkan ketika Margareth Thacher berkuasa pernah dimajukan Anti Terorist Act untuk menghadapi IRA. Proses referendum di Timor-Timur terjadi paska pemerintahan Soeharto yang ‘kuat’ kepada pemerintahan Habibibe yang lemah, baik berhadapan dengan kekuatan internasional maupun gerakan reformasi dinegerinya sendiri.
 Masih bercokolnya struktur kekuatan-kekuatan politik lama pro pemerintah di dalam birokrasi, militer, parpol dan masyarakat sipil yang menjadi mesin politik yang dapat menciptakan destabilisasi dan provokasi-provokasi yang berupaya menghambat jalannya perdamaian dan kompetisi politik elektoral bila dianggap akan lebih menguntungkan alat politik gerakan polmil.
 Dukungan dan proses pengawasan dari komunitas internasional atas proses transisi demokrasi sangat dipengaruhi oleh dinamika kecenderungan politik global sehingga upaya transisi gerakan polmil ke jalur politik elektoral terkadang dapat berubah. Ambil contoh adalah ketika pada tahun 2006 Hammas di Palestina dipuji karena mau menampuh jalan damai dan bertaransformasi kedalam politik elektoral mengikuti kesepakatan perdamaian Oslo, tapi kemudian diboikot oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, karena PLO partai politik yang lebih akomodatif atas kepentingan Barat yang mereka dukung kalah.

2. Kendala-Internal
 Partai-partai politik yang dibentuk oleh gerakan polmil dalam kompetisis elektoral kurang mempunyai pengalaman dan kapasitas dalam kompetisi elektoral. Para pimpinan gerakan bersenjata kurang dapat menggunakan keahlian dan kemampuannya dalam berperang kedalam arena politik terbuka, karena menghadapi situasi yang berbeda dan itu membutuhkan kemampuan dan cara berjuang yang berbeda.
 Transisi dari gerakan polmil kedalam politik elektoral akan mengubah perimbangan kepemimpinan didalam gerakan bersenjata dan akan menguntungkan para pimpinan yang terlibat dalam proses perdamaian karena kemudian mendapatkan kedudukan strategis di pemerintahan dan legislatif. Dalam situasi ini kerap timbul faksionalisasi ketidakpuasan dari dalam unsur-unsur gerakan polmil karena harapan-harapan yang begitu tinggi atas demokrasi formal ternyata tidak dapat direalisasikan degan cepat oleh kawan-kawan pimpinan yang mendapatkan posisi politik di legislatif dan eksekutif.
 Program-program transisional kepada para mantan gerilyawan gerakan polmil agar bisa beradaptasi dengan iklim politik dan realitas baru tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan: Jaminan-jaminan sosial untuk para keluarga korban tidak berjalan; proses rekonsiliasi tidan dijalankan secara maksimal; program sosial-ekonomis berupa alat produksi, pekerjaan, modal usaha dan pelatihan untuk menopang kehidupan di jaman normal kurang maksimal.
 Budaya dan bentuk-bentuk hubungan organisasional gerakan polmil yang sentralis, militeris, hirarkis dan komandois, yang memang dibutuhkan dalam suasana perang masih mewarnai secara dominan langgam organisasi dalam hal mengambil keputusan, pemilihan anggota, pembentukan struktur dan komunikasi politik diantara para pimpinan organisasi.
 Mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban organisasional kepada publik secara transparan seringkali kurang maksimal; Cara-cara kerja konspiratif dan ilegal terkadang masih digunakan dalam mengambil keputusan dan memilih kepemimpinan sehingga kurang memberikan tempat pada budaya demokrasi dan partisipasi masyarakat.

7. Beberapa Catatan

 Proses internalisasi partai modern ketika gerakan polmil bertransisi kedalam saluran politik elektoral melalui pemilu membutuhkan tahap transisi dan proses perubahan budaya yang membutuhkan kesabaran dan dukungan dari komunitas internasional secara berkesinambungan.
 Proses integrasi polmil kedalam politik elektoral memberikan banyak peluang dan kemungkinan untuk mendapatkan dukungan populer dan memenangkan program-program gerakan yang lebih luas.
 Demokrasi formal dengan merebut kursi di eksekutif dan legislatif bukanlah tujuan utama gerakan kerakyatan, tapi hanya menjadi alat untuk menjaga perdamian dan merealiasikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Tulisan ini adalah materi Training "Peningkatan Kapasitas Partai Pilitik dan Demokrasi" disampaikan oleh Wilson (Litbang Perkumpulan Praxis)
yang diadakan oleh Sekolah Perdamaian dan Demokrasi (SPD)di Banda Aceh.

Lanjutkan..

17.12.08

PIAGAM MADINAH

Berikut adalah perlembagaan yang ditulis oleh Rasulullah s.a.w ketika umat Islam mendirikan sebuah negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. bersamaan 1 Hijriyah. Lahirnya negara ini menandakan bermulanya konsep sekaligus praktik sebuah negara berperlembagaan pertama di dunia selain perlembagaan bertulis pertama dalam sejarah. Sebelum itu tiada satu negara pun yang memiliki perlembagaan, kerana dalam sistem monarki sabda raja adalah undang-undang. Dalam perlembagaan yang cukup maju ini Rasulullah menggariskan beberapa prinsip yang penting dalam bernegara seperti prinsip persamaan (pasal 2; 16), keadilan (pasal 45; 47; 20; 36 ), persaudaraan dan perpaduan (pasal 12; 14; 19; 37), kedaulatan hukum Shari’ah ( pasal 42; 23), kebebasan bersuara atau amar makruf nahi munkar (pasal 13; 47), hak-hak dan kewajipan kaum minoriti (25; 24; 36-38; 46), kewajipan rakyat dalam mempertahankan negara (18; 38; 46), kesetiaan kepada negara (pasal 37; 46), pengakuan Rasulullah sebagai ketua negara dan ketua hakim (42; 23) dan lain-lain.

Dengan nama Allah Yang Maha pemurah lagi Maha pengasih.

Sesungguhnya ini adalah dokumen dari Muhammad pesuruh Allah, (yang mengurus perhubungan) antara orang-orang beriman dan Islam (terdiri daripada) kaum Quraysh dan Yathrib, dan mereka yang mengikuti dan bekerja bersama mereka.

I
PEMBENTUKAN UMMAT
Pasal 1

Sesungguhnya mereka adalah satu ummat, bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.

II
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 2

Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, yaitu saling tanggung-menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) di antara mereka (karena suatu pembunuhan), dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 3
1. Banu 'Awf (dari Yatsrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 4
1. Banu Sa'idah (dari Yatsrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan mereka.
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.
Pasal 5
1. Banul-Harts (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 6
1. Banu Jusyam (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 7
1. Banu Najjar (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.
Pasal 8
1. Banu 'Amrin (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 9
1. Banu An-Nabiet (dari suku Yatsrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
Pasal 10
1. Banu Aws (dari suku Yatsrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

III
PERSATUAN SEAGAMA
Pasal 11

Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggungjawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 12

Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13
1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan
tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.
Pasal 14
1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.
Pasal 15
1. Jaminan Allah adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.
2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lainnya.

IV
PERSATUAN SEGENAP WARGANEGARA
Pasal 16

Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17
1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.
Pasal 18

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19
1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Allah.
2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.
Pasal 20
1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.
Pasal 21
1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).
2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diijinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.
Pasal 22
1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Allah dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.
Pasal 23

Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Allah dan (keputusan) Muhammad SAW.

V
GOLONGAN MINORITI
Pasal 24

Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25
1. Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.
2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.
3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.
Pasal 26

Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 27

Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 28

Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 29

Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 30

Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 31
1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu 'Awf di atas
2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.
Pasal 32

Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah

Pasal 33

1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas.
2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.
Pasal 34

Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah.
Pasal 35
Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.

VI
TUGAS WARGA NEGARA
Pasal 36
1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW.
2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya
3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
4. Allah melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini
Pasal 37
1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara
2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini
3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya
5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya
Pasal 38
Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi


VII
MELINDUNGI NEGARA
Pasal 39
Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40

Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41

Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan ijin suaminya

VIII
PIMPINAN NEGARA
Pasal 42
1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Allah dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW
2. Allah berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya
Pasal 43
Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44

Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yatsrib


IX
POLITIK PERDAMAIAN
Pasal 45
1. Apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai
2. Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu
Pasal 46
1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (perdamaian) itu
2. Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan
X
PENUTUP
Pasal 47

1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya
2. Sesungguhnya Allah menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang zalim dan bersalah
4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman
5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah
6. Sesungguhnya Allah melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)
7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Allah, semoga Allah mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

Keterangan dan Rujukan :

Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II hal 119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat : 213 H.828 M). Diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh A. Guillaume, The Life of Muhammad (1955) dan Muhammad Hamidullah, The First Written Constitution in the World (1965). disistematisasikan ke dalam pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam bukunya Mohammad en de Yoden le Medina (1928), pp. 74-84, dan W Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad at Medina (1956), pp. 221-225

Lanjutkan..